Makan Bebek Goreng Bareng 'Setan'


KOMPAS.com - Bebek, harus diakui memang sudah akrab berdampingan dengan ayam, menyambangi keseharian makanan orang Indonesia. Boleh dibilang, dari jalanan hingga restoran, bertebaran menu makanan berbasis bebek ditawarkan.
Tentu, juga bukan perkara baru kalau menu bebek akhirnya mampir ke hotel-hotel berbintang, belakangan ini. Salah satu yang sempat saya coba pada Jumat (30/7/2010) adalah bebek goreng di Hotel Sahid Lippo.
Sejatinya, nama menunya sangat lazim dengan embel-embel nama orang. Jadi, bukan sesuatu yang mengejutkan buat saya tatkala nama semacam itu juga mengemuka. Bebek goreng pak tikno, namanya.
Tampilannya memang sederhana. Satu potong bagian dada. Satu potong lagi bagian paha, komplit dengan brutu atau bokong. "Wow, berminyak nih!" kata saya.
Bersandingan dengan potongan tomat dan timun, bebek goreng itu juga berteman dengan setangkup nasi bertabur bawang goreng. Lumayan harum bau nasinya. Seluruh makanan itu tersaji di tatakan lembaran daun pisang di piring.
Bebek goreng, buat saya, mestinya juga harus komplit dengan sambal. Harapan saya, semoga sambalnya sukses membuat saya "ssshhahh, ssshahh, ssshahh!", kepedasan.
"Sambalnya dari cabai rawit merah. Pakai sedikit perasan jeruk lemon," kata Edy Saptiar, chef hotel yang terletak di kawasan Lippo Cikarang itu.
Cuma, sebelum mencocol potongan daging bebek dengan sambal tadi, saya sempat mencium aroma daun sereh. "Bau sereh," kata saya.
Jadilah, Edy bertutur soal kiatnya mengolah daging bebek itu. Menurutnya, setelah dicuci bersih, daging direndam sekitar satu jam dengan air bercampur asam jawa. "Istilahnya dimarnit. Bau amisnya akan hilang dengan cara itu," kata Edy.
Sehabis direndam, daging bebek dicuci bersih. Langkah berikutnya adalah mengungkep alias merebus daging dengan sedikit air bercampur bumbu dengan api kecil hingga habis airnya.
Sementara, bumbu yang digunakan terdiri dari sereh, ketumbar, lengkuas, bawang merah, bawang putih, garam, merica, daun jeruk, dan kunyit. "Semuanya digiling halus," kata Edy.
Setelah digoreng, ketahuan kalau gara-gara diungkep tadi, daging jadi terasa lembut. Tekstur hidangan berbanderol di kisaran Rp 65.000 per porsi itu pun menjadi lebih halus terasa di mulut. Setidaknya, tidak menyisakan serat yang acap menyelip di sela gigi.
Di bagian akhir, memang tinggal memadukan potongan daging dengan sambal. Untuk bagian ini, ternyata harapan saya terkabul.
Sambalnya memang nyata pedas. Terbayang di benak saya, rasa menggigit nyaris setara dengan rasa begitu pedas yang berlabel nama petasan, bledhek (petir), sampai setan di beberapa menu makanan yang juga menjadi andalan beberapa tempat makan di Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya. Akhirnya, kesampaian juga niat makan bebek goreng bareng "setan" alias sambal pedas yang membuat mulut bak terbakar tapi nikmat.
Cuma, catatan saya, bebek goreng pak tikno harusnya disantap saat panasnya belum berlalu. Soalnya, kalau sudah dingin, rasa minyak baik dari lemak bebek maupun minyak goreng jadi cepat memenuhi mulut. Sayang kan kalau kenikmatannya jadi berkurang!       

Comments